Night Camp Perdana Tahun Ajaran 2016/2017

Sejak sore, cah bocah SABS sudah sambatan untuk acara perdana mereka ditahun ajaran 2016/2017 ini. Ada yang mendirikan tenda sembari, ada pula yang menyiapkan panggung. Tukang kebun, eh pak kepseknya menjadi kepala suku untuk urusan pekerjaan ini. Para fasilitator masih sibuk berteman dengan printer untuk menyiapkan laporan kemajuan cah bocah pada ayah ibunya.

***

Tibalah malam yang ditunggu-tunggu. Orang tua pun sudah berdatangan untuk menyaksikan pertunjukan panggung putra-putri mereka dan mendengarkan sharing dari Pembina Yayasan Taruna Bengawan Solo, Dr. Sutanto, S. Si., DEA dan para tamu yang diundang. Tampak keceriaan cah bocah menyanyikan lagu dan memainkan drama yang membuat orang tuanya tampak bahagia.

screenshot_31

Tiba sesi jagongan, diawali oleh Pak Budi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten yang menceritakan kegembiraannya karena bertahun-tahun bertugas di Klaten baru tahu ada sekolah di tepi sungai Bengawan Solo. Beliau menjanjikan kerja sama untuk mengajak masyarakat sekitar agar lebih peduli dengan sungai.

Selanjutnya adalah Pak Tanto. Beliau menguraikan 3 hal penting yang saat ini sedang dirintis oleh Sekolah Alam Bengawan Solo terkait pengembangan SDM. Beliau merujuk pada pendapat Prof. Habibie, yang menjadi idola beliau

Kapital Akademik

Kapital akademik adalah pembentukan SDM yang unggul secara intelektual.

Menurut beliau, akselerasi yang ideal adalah pada pola pikir bukan percepatan waktu dengan beban pelajaran yang banyak. Dengan model pendidikan yang diterapkan SABS saat ini diharapkan siswa dapat memiliki pola pikir yang lebih dewasa dan kompleks sehingga dapat memecahkan berbagai permasalahan akademik yang lebih kompleks dari pada sekolah biasa.

Selain itu, SABS ini menanamkan budaya riset sejak dini, yakni terbiasa mencari dan mencari, mendata dan memecahkan permasalahan terkait apa yang dicarinya sendiri

Yang terakhir adalah membangun kreativitas, karena ilmu hanya akan bermanfaat ketika diimplementasikan menjadi karya. Membuat karya membutuhkan kreativitas nyata sehingga apa pun yang digarap menjadi lebih bernilai dan bermanfaat.

Kapital Psikologi

Di SABS siswa dibiasakan untuk melihat berbagai hal yang berbeda sehingga mereka tidak kaget dengan sesuatu yang baru. SABS sering dikunjungi para bule dari luar negeri, hal ini akan membantu anak-anak tidak merasa minder dengan para bule pada masa dewasanya. Pembentukannya dimulai dengan pengenalan kebudayaan yang matang sehingga anak-anak memiliki kematangan dalam menghadapi perbedaan yang pasti akan dijumpainya ketika dewasa. Mereka memiliki nilai-nilai yang kuat dalam dirinya dan siap berpanel dengan siapa pun.

Kapital Sosial

Di SABS, anak-anak dilatih untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Hal ini akan menumbuhkan kemampuan diplomasi secara alami ketika dewasa. Beliau mencontohkan banyaknya kegagalan orang Indonesia ketika berdiplomasi di meja makan karena kemampuan table manner mereka yang tidak sebagus orang bule. Padahal, Indonesia memiliki filosofi yang lebih unggul soal kuliner.

Ketika bule menertawakan kita soal penggunaan pisau yang kikuk, kita bisa berargumen bahwa di Indonesia, pisau tempatnya di dapur. Orang yang makan di meja makan tinggal menikmati sajian yang siap makan, tidak repot dengan pisau semacam itu. Juga ketika ada garam dan bumbu yang disandingkan dekat steak, kita bisa berargumen bawah di Indonesia, kemampuan memasak itu menentukan laku tidaknya seorang gadis. Seorang gadis yang tak mampu memasak dengan enak tidak akan dipilih jadi menantu. Kita memiliki budaya yang lebih tinggi dibandingkan budaya barat.

Pak Tanto menggarisbawahi bahwa internasionalisasi itu bukanlah kita meniru-niru bahasa Inggris dan mengkopi paste budaya asing, tetapi justru mengangkat kebudayaan kita yang adiluhung ini agar dikenal dunia dan diadopsi oleh mereka.

Yang terakhir adalah Pak Sungkono dari perwakilan Batalyon 21 Grup 2 Kopassus. Beliau bercerita tentang pengalamannya menjadi Kontingen Garuda yang ditugaskan di Afrika Selatan. Beliau mengajak hadirin untuk mensyukuri karunia negeri bernama Indonesia ini karena semua telah tersedia dan kita tidak dicekam oleh rasisme. Di sana, pasukan Indonesia sering menghadapi dilema karena hendak menolong masyarakat yang hidup di bawah kemiskinan dengan memberikan sebagian makanan mereka, tetapi peraturan internasional melarang mereka.

Selain itu beliau juga menceritakan bahwa tentara Indonesia sangat disegani di dunia karena mereka multitalent. Kemampuan tempur tentara Indonesia sangat ditakuti terutama dalam soal gerilya, meskipun saat ini persenjataannya masih terbatas. Rekor sniper dunia masih dipegang oleh Indonesia. Selain itu, tentara Indonesia pandai bergaul dan membaur dengan masyarakat sehingga dicintai oleh masyarakat daerah penempatan mereka.

***

Malam semakin larut, jagongan pun ditutup dengan pementasan film animasi dan drama cah bocah di tingkat atas. Kemudian dilanjutkan dengan pembagian laporan perkembangan cah bocah oleh fasilitator masing-masing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *