Tes Evaluasi Sarana Dalam Proses Pembentukan Karakter Cinta Kebenaran

“Pintar tidak harus bisa menjawab semua soal dengan benar”, ini adalah pesan kami pada setiap anak manakala mereka akan mengerjakan soal tes evaluasi belajar pada tiap akhir semester yang diselenggarakan oleh pemerintah. Tidak terkecuali di Sekolah Alam Bengawan Solo yang beralamat di Desa Gondangsari, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten.

Pintar harus diartikan dengan positif, yaitu bisa menjawab setiap soal dengan baik dan benar tanpa menyontek, melirik jawaban temannya atau bahkan dibantu oleh gurunya. Atas nama nilai, rangking, dan target pembelajaran, guru llupa dengan kata mendidik yang sebenarnya. Angka bagus, nilai maksimal sekolah menjadi parameternya. Mereka lupa bahwa belajar adalah proses.

Itulah yang menyebabkan malapetaka awal tentang kejujuran. Jujur tidak bisa diukur orang lain. Inilah yang harus dipahamkan pada setiap anak didik sedini mungkin. Jujur dan bertanggung jawab harus menjadi bagian setiap perilaku manusia. Nilai adalah tujuan yang hendak dicapai pada setiap evaluasi belajar.

Prestasi belajar semestinya dimaknai dengan anak bisa membaca, menulis, dan berbicara. Prestasi yang bagus hanya untuk membahagiakan orang tua, guru sebagai bukti bahwa dia sukses mengajar dan pemerintah mencatatnya dalam daftar statistik sebagai prestasi belajar. Jika seperti ini, prestasi belajar tidak bermakna apa-apa bagi anak yang belajar.

Menanam dan memelihara sawi dapat dijadakan sarana pembelajaran dan evaluasi pembelajaran secara terpadu karena dengan sendiri akan melatih anak benar-benar jujur menanam dan memeliharanya atau akan mati karena tidak dirawat.
Menanam dan memelihara sawi dapat dijadakan sarana pembelajaran dan evaluasi pembelajaran secara terpadu karena dengan sendiri akan melatih anak benar-benar jujur menanam dan memeliharanya atau akan mati karena tidak dirawat.

Jujur dan bertanggung jawab adalah bagian dari karakter. Jadi jika anak jujur dan bertanggung jawab dengan apa yang sudah mereka kerjakan maka yang bersangkutan telah menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Mereka inilah yang sangat layak disebut sebagai menusia yang selalu mencintai kebenaran. Itulah yang harus kita gelorakan dalam rangka menjalankan revolusi mental di mana pendidikan harus menjadi ujung tombaknya.


Suyudi Sastro Mulyono (pendiri SABS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *